Suyadi ‘Pak Raden’ inspirasi anak tahun 80-90an
Melihat wajahnya di foto lawas tahun 1980-an di buku Apa
& Siapa 1985-1986, Suyadi tampak tak berkumis. Namun seperti dikatakan
buku itu di kalimat awal profil singkatnya, kilimis dan tanpa kumis melintang
pun ia tetap dipanggil Pak Raden oleh anak-anak di sekitar tempatnya
tinggal.
Tidak terlalu salah. Kecuali kumis, wajah Suyadi
memang mirip tokoh pelit dalam serial Si Unyil, yang muncul saban Minggu
di TVRI tahun 1980-an. Sama gemuknya, suaranya juga pas dengan
perwatakan Pak Raden yang antagonis.
Suyadi si Pak Raden. (foto: dok. Apa & Siapa 1985-1986) |
Kepada penulis buku Apa & Siapa, Suyadi
sendiri merasa suaranya mirip suara Burisrawa dan Dursasana, atau kalau marah
seperti suara Baladewa–ketiganya dari dunia wayang. “Di sinilah sulitnya
menjadi Pak Raden,” katanya dikutip buku itu. Acap memperkenalkan diri sebagai
“Raden Mas Singomenggolo Jalmowono”, sosok yang tampil harus kontroversial.
Lebih tepatnya kontradiktif. Pak Raden dimusuhi anak-anak
karena pelit. Yang menontonSi Unyil dulu tentu masih ingat bahwa Pak
Raden bisa marah besar bila ada yang mencuri mangganya. Meski dimusuhi karena
pelit, ia tetap menjadi teman main anak-anak, misalnya dalam latihan
baris-berbaris.
Sepanjang hidupnya, jauh setelah Si Unyil tamat
dan kalah populer oleh kartun Jepang, Suyadi tetap menghidupkan karakter Pak
Raden. Ia tetap menjadi sahabat anak-anak dengan mendongeng ke sana-ke mari,
menulis buku cerita anak dan dalam setiap kesempatan muncul dengan pakaian
kebesaran Pak Raden: blangkon, beskap dan tongkat serta kumis hitam melintang.
Dalam jagat budaya pop kita tak banyak sosok yang
begitu melekat dengan sebuah karakter sepanjang hidupnya. Selain Suyadi dengan
karakter Pak Raden-nya, yang langsung muncul dalam ingatan adalah Kang Ibing
atau nama aslinya Raden Aang Kusmayatna Kusiyana Samba Kurnia Kusumadinata,
yang terkenal sebagai Si Kabayan. Kang Ibing telah meninggal terlebih dahulu
bulan Agustus 2010 silam.
Butuh waktu tidak sebentar dan dedikasi tak terperi
agar sebuah karakter menancap di benak orang. Baik Kang Ibing dan Suyadi
melakukannya sepanjang hidup masing-masing. Kang Ibing berjuluk Kabayan
lantaran kerap memainkan tokoh legendaris dongeng Sunda itu di berbagai
kesempatan sejak usia mudanya. Bersama Aom Kusman dan Suryana Fatah, Kang Ibing
tergabung dalam kelompok lawak De’Kabayan. Saat kisah Kabayan diangkat ke
serial TV tahun 1990-an, Kang Ibing lagi yang memerankannya. Sejak itu setiap
kali mengingat sosok Kabayan, orang bakal teringat wajah Kang Ibing.
Jalan hidup serupa tampaknya dilalui Suyadi, pemeran
Pak Raden.
Lahir di Puger, Jawa Timur, 28 November 1932, ia
berasal dari orang tua yang tergolong mampu. Ayahnya seorang patih di zaman
Belanda. Meski keluarganya berada, mainan yang disukai Suyadi kecil hanya
pensil warna yang dipakaimya untuk corat-coret. Bakatnya pada dunia seni rupa
sudah muncul sejak kecil. Selain jago menggambar, ia juga gemar membentuk
sesuatu dari tanah liat atau lilin. Biasanya ia membayangkan diri memainkan
ciptaannya itu sambil menembang. “Saya waktu kecil bercita-cita jadi dalang,”
katanya di buku Apa dan Siapa 1985-1986.
Suyadi tak jadi dalang. Nasib membawanya kuliah
jurusan Seni Rupa ITB hingga sarjana, bergelar “doktorandus” yang selalu dibawa
di depan namanya. Ia bahkan sempat jadi dosen luar biasa di almamaternya. Pada
saat itu cita-citanya sudah berubah: memiliki studio animasi dan film boneka.
Sahabat Sejati Anak-anak
Suyadi memulai kariernya dengan menggambar sejak masih
mahasiswa, yaitu dengan membuat ilustrasi cerita anak. Ia terpilih sebagai
ilustrator buku cerita anak-anak terbaik di acara Tahun Buku Internasional
1972. Selain itu, ia juga mengarang buku anak-anak sendiri.
Kemampuan menggambar lalu membawanya pula belajar
hingga ke Prancis. Selama tiga tahun ia belajar perfilman di studio Prancis,
Les Cineastes Associes dan di Les Films Martin Boschet. Ia pernah bekerja
sebagai art director dan menangani beberapa film seperti Lampu Merah,
Pemburu Mayat, Kabut di Kintamani dan Cobra. Namun, ia tak
merasa betah di dunia art directing.
Karena art director juga harus menangani kostum
dan make up pemain, ia merasa kurang sreg. “Padahal saya ini kan tukang
gambar,” kata Suyadi. “Jadi animator-lah sesungguhnya profesi saya.”
Ada sebuah kalimat mengharukan yang terpampang
di layar saat Suyadi menerima hadiah rumah tsb
“Jika jarum jam dapat diputar kembali, saya ingin
tetap menjadi Suyadi. Suyadi yang lebih baik. Suyadi yang berbuat lebih banyak
untuk dunia anak dan Suyadi dengan kondisi keuangan yang lebih baik.”
Ah, andai jarum jam bisa diputar kembali. Selamat
jalan, Drs. Suyadi. Terima kasih, Pak Raden
Penghargaan 1
Drs. Suyadi alias Pak Raden menerima penghargaan dari Institut
Teknologi Bandung. Kehadirannya mencairkan seremoni peringatan 92 tahun
ITB sebagai kampus pendidikan tinggi teknik di Indonesia, di Aula Barat
ITB, Selasa, 3 Juli 2012.
Berbeda dengan penerima penghargaan
lain yang berpakaian formal seperti kemeja berdasi dan jas, Suyadi
memakai baju kebesarannya sebagai Pak Raden. Ia memakai beskap, kain,
dan belangkon, serta kumis palsunya yang tebal. Walau memakai tongkat,
Suyadi yang kini berusia 79 tahun itu sudah agak payah berjalan sehingga
harus didampingi ke tempat penghargaan.
Menurut Wakil Rektor
Bidang Informasi dan Komunikasi Hasanudin Zaenal Abidin, Pak Raden
dinobatkan sebagai tokoh animator industri kreatif. "Boneka si Unyil itu
pelopornya," ujarnya di sela acara. ITB memberikan penghargaan Ganesa
Widya Jasa Utama untuk Pak Raden.
Pak Raden mengatakan, ia tak
pernah bermimpi mendapat penghargaan dari ITB. Walau begitu, alumni Seni
Rupa ITB angkatan 1952 itu merasa senang dan bangga. "Saya enggak mau
ngomongin soal Unyil, di sini kita senang-senang saja. Kasus Unyil masih
terus," ujarnya, sambil berlalu dengan kursi rodanya.
ITB seluruhnya memberi penghargaan bagi 18 orang di luar
sivitas akademika ITB, seperti kalangan profesional, serta alumni ITB.
Sebagian besar hadir langsung menerima penghargaan. "Penghargaan
diberikan kepada mereka yang menonjol di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni," ujar Hasanudin.
Penerima penghargaan Ganesa Prajamanggala Bakti Utama diserahkan Rektor ITB Akhmaloka untuk Budi Yuwono Prawirosudirdjo dan Sekretaris Daerah Jawa Barat Lex Laksamana. Adapun Ganesa Widya Jasa Utama, diberikan kepada Erry Riyana Hardjapamekas, R.J. Lino, Fazwar Bujang, Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan, I Made Dana M. Tangkas, Direktur Chevron Pacific Indonesia Abdul Hamid Batubara, dan Kepala BP Migas R. Prijono.
Selain
itu, Rinaldi Firmansyah, arsitek F. Silaban, Martha Tilaar, Andi
Wijaya, Dian Syarif, dan Suyadi alias Pak Raden. Khusus akademisi dari
University of Florida, Christopher Silver, mendapat Ganesa Widya Jasa
Adiutama.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan A.R. Soehoed mendapat penghargaan Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama.
Penghargaan 2
Pada tanggal 26 Oktober 2015 pada acara Silet Awards 2015, Drs. Suyadi
mendapat penghargaan Charity Silet Award sebagai salah satu seniman
Indonesia yang masih eksis hingga masa tuanya, sebagai bentuk
penghargaan tersebut beliau diberi Hadiah sebuah Rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar